Thursday, November 13

ada apa dengan fairplay?

Membaca info dari teman2 milis olahraga yang saya ikuti, juga berita2 di tivi dan situs2 olahraga nasional, saya jadi ngeri sendiri. Bagaimana tidak? Berita yang menjadi topik hangat kebanyakan adalah kasus2 pemukulan, protes wasit, perkelahian antar pemain, supporter...
Belum legowo arema dan aremania menerima hukuman atas kerusuhan di stadion kanjuruhan lalu, beruntun kisah2 ”heroik” ala persepakbolaan nasional merebak. Intinya adalah satu, apa sebenarnya arti fairplay untuk kita? Masyarakat bola, pihak2 yang berwenang, para pemain bola, manajemen...dan segala unsur yang terkait dalam kebesaran nama sebuah olahraga yang katanya mengagung2kan fairplay itu sendiri...
Wasit yang seharusnya menjadi pemimpin tertinggi fairplay dalam sebuah pertandingan juga telah kehilangan taji (simak kasus Partai Persibom vs PSIR Rembang). Manajemen masing2 tim yang harusnya bisa bersikap dewasa menghadapi kerusuhan malah ikut bertindak anarkis (AREMA VS PKT BONTANG). Pemain yang dielu2kan sebagai pelaku sportivitas tak urung menjadi pemicu sebuah perkelahian (PERSIK KEDIRI VS PSMS MEDAN). Supporter pun tak jauh beda, malah bertindak melenceng jauh dari mendukung (sesuai arti namanya ’supporter = pendukung) sportivitas...

Kalau bahasa malang, ”PODHO DHENE”

Hmmm... tak hendak mencari kambing hitam, atau menghakimi dari setiap kasus yang timbul. Hanya saja merasa ”ngenes” menyaksikan Badan tertinggi persepakbolaan nasional (baca : PSSI) pun tak mampu ”menyelesaikan” setiap perkara dengan ”adil”. Anak kecil pun bisa berkomentar, kenapa memukul orang lain hukumannya lebih ringan dibanding protes pada wasit? Okelah dalam arti kata protes pada wasit memang terkesan tak menghargai ”dewa” tertinggi dalam sebuah pertandingan. Tapi toh bukan berarti memukul seseorang (dalam sebuah pertandingan) dianggap sebagai hal yang wajar2 saja. Lebih penting lagi, apakah hukuman2 yang diberikan mampu memberikan pelajaran sportivitas, fairplay, sebagai ruh utama sebuah olahraga? Denda yang berjuta2, bisakah dipertanggungjawabkan dengan arif, menjadi wujud sarana2 olahraga dan manajerial yang lebih baik dibanding yang sudah2? Hukuman denda jelas bukan yang pertama kali, namun pada kenyataannya, dana tersebut malah mengenyangkan segelintir petinggi2 yang lalim.

Waahh...waahh... human error kiranya yang bisa menjelaskan rentetan aksi anarkis yang terjadi di persepakbolaan indonesia. Atau ingatan para unsur2 sepakbola ini mulai menua akan fairplay? Kita.. yah.. kita..masyarakat bola yang bisa menilai. Dan seharusnya tak hanya bisa mencaci, tapi juga memulai dari diri sendiri, belajar untuk bersikap fairplay dalam setiap langkah yang kita ambil... dan belajar menjadi bijak dalam menyikapi setiap masalah yang timbul.

No comments: