Monday, December 1

Bisa nggak ya, mbak, perasaan ini berubah jadi sesuatu yang lebih menyenangkan dibanding minggu terakhir saat saya bertemu dengannya itu?

Matanya menyipit, pandangannya menatapku –maksudmu, dhek?

Hmmm... mbak ingat kan, terakhir kali bertemu, saya pikir saya sudah mengikhlaskannya. Saya bisa tertawa bersamanya, melupakan kegetiran yang tak perlu saya jelaskan. Tapi nyatanya, beberapa jam dari itu, saya masih saja menyadari, kalau saya masih .... ga rela –huuff...sulit juga mengucapkan sebuah kejujuran, apalagi tentang perasaan-

Saya selalu tahu mbak akan menjawabnya dengan sebuah senyuman, dan mengkilasbalikkan apa yang sebelumnya juga pernah dia rasakan... sama... kami memiliki kisah yang sama. Tentang memiliki kehilangan.

Kata2 mbak selalu akan bisa membuat saya nyaman untuk berkata yang sebenarnya. Bahwa dibalik keikhlasan saya, masih ada beberapa moment yang tak pernah rela bila terenggut dari saya... tidak.. saya tak ingin membayangkan dia berbincang dan bercanda dengan mata yang berbinar bersama yang lain, sama persis seperti saat kami berdua menjalaninya... tidak...

Dan pagi ini... uugghh.. seakan kerinduan itu kembali menyeruak. Entahlah, seperti menemukan secuil perasaan terselubung dari setiap tawanya yang meningkahi kemanjaan saya. Dan saya pun harus kembali mengakui, serta menemukan jawaban pertanyaan malam sebelumnya, ternyata rasa ini masih sama.
Ternyata saya memang tak bisa berlalu begitu saja, melupakan setiap pijakan yang dia bangun untuk membantu saya berada di ketinggian ini... tidak...

Tapi lalu saya teringat pada sebuah perasaan lain. Pada berapa jauh jurang yang membentang diantara kami. Pada keinginan untuk tetap bertanya, ”bagaimana kabar pagimu?” meski masing2 telah berada pada lajurnya...
Lalu lagi, saya teringat pada sebuah lagu... sebuah genre favorit kami namun tak pernah berusaha untuk saya singkap maknanya – hanya karena saya tak pernah tau akan berada dalam lirik itu - .... FORGIVEN NOT FORGOTTEN
Yaahh.. akhirnya saya mengalami juga keadaan seperti ini. Akhirnya saya mengerti kenapa lirik ini begitu sulit untuk dimengerti... karena saya tau, saya yakin, tak pernah ada orang dengan suka rela berada dalam posisi ini...

Saya hanya akan menyediakan satu ruang khusus, yang membatasinya dengan perasaan yang lain, dengan sebuah jendela kecil, dan meletakkannya rasa ini disana. Namun saya tak akan menguncinya, agar sewaktu2 dia bisa pergi bersama kebahagiaannya. Saya tak ingin mengusirnya atau mengundangnya... u may come, u may leave... everytime u want, tapi hanya di ruang itu saja, tak lebih...

Dan lagu itu lirih menemani perjalanan panjang saya hari ini...

All alone, staring on, watching her life go by,
When her days are grey and her nights are black,
Different shades of mundane and the one eyed furry toy
That lies upon the bed has often heard her cry
And heard her whisper out a name long forgiven, but not forgotten

You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're not forgotten

A bleeding heart torn apart, left on an icy grave,
In the room where they once lay, face to face,
Nothing could get in their way, but now the memories of the man
Are haunting her days and the craving never fades,
She's still dreaming of a man long forgiven, but not forgotten

You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're not forgotten

Still alone, staring on, wishing her life goodbye
As she goes searching for the man long forgiven, but not forgotten

You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're forgiven not forgotten
You're not forgotten
You're not forgotten
No, You're not forgotten

No comments: